Kamis, 06 Desember 2018

Bukan Malam Ini

Kereta melaju cepat seperti biasanya, hujan rintik membasahi sisi luar jendela gerbong kereta. Malam semakin menjadi, tapi dunia tidak berhenti. Seorang anak dan ibunya duduk di salah satu gerbong, di hadapannya tepat jendela kereta yang mengalir air-air dan memburam oleh udara yang berembun.

"Ibu, kasihan mereka masih kerja." Kata sang anak selepas melihat para pekerja bangunan masih tetap bekerja di tengah cuaca yang dingin.

"Tapi, mereka memang harus bekerja, nak."

"Bu, kan hujan, lagian sudah malam, kok masih kerja?"

Ibunya tersenyum, memeluk lembut anaknya itu. "Mereka kerja juga itu demi anak-anak mereka, agar bisa makan enak dan hidup berkecukupan. Seperti ayah bekerja untuk kamu, nak."

Anak menoleh. "Bu, apa ayah bekerja juga setiap malam?"

Ibunya bingung untuk menjawabnya.

"Aku pernah lihat ayah masih sibuk di ruang kerjanya malam-malam, apa ayah masih bekerja?"

Sang ibu pun harus berkata jujur. "Iya, itu biar kamu bisa jajan enak."

Si anak menatap ibunya, dengan pandangan kosong seperti sedang memikirkan sesuatu.

*

Setiba di rumah, sang anak berlaru terburu-buru ke tempat ruang kerja ayahnya. "Ayah, ngantuk..." kata sang anak sambil mengusap-usap matanya.

"Pipis terus sikat gigi ya sama ibu." Pinta Ayah sambil tersenyum lalu melempar lagi pandangannya ke arah laptop.

Sang anak memeluk kaki ayahnya. "Gak mau, maunya sama ayah aja."

"Ayah lagi kerja, sama ibu aja ya." kata Ayah. "Bu, ini si kakak suruh sikat gigi dulu sama pipis." teriaknya.

Si anak menggeleng lebih kencang hingga kaki sang ayah yang sedang dipeluk tergoyang.

"Sama ibu ya..." pinta ayah.

Si anak masih bersih keras, akhirnya memakai senjata andalannya. Mata sang anak mulai berkaca-kaca, wajahnya pun menekuk, dan akhirnya menangis.

Suara tangisnya pun terdengar oleh sang ibu. Sang ibu pun menghampiri ke ruang kerja suaminya lantas merayu-rayu si anak. "Sini tidur sama ibu aja yaa..."

Sang anak menggeleng sambil menangis lebih kencang.

Si ibu menatap ayahnya menyerah.

Si ayah pun akhirnya menuruti sang anak. Si ayah menggedong si anak hingga ke kamar mandi untuk meminta si anak sikat gigi dan buang air kecil, setelahnya mereka pun bersama-sama di kamar.

"Cerita, Yah." pinta si anak.

Si ayah pun menyerah pada malam ini, ia menemani si anak untuk tidur. Si ayah bercerita dari a hingga z, apapun yang dia ketahui. Terkadang membuat tertawa si anak, terkadang membuat takut, terkadang juga membuat sang anak merasa sedih.

Hingga akhirnya mereka berdua tertidur.

*

Pagi tiba, si anak terbangun lebih dahulu, matahri menyusup dari sela-sela ventilasi kamarnya. "Yah..." Si anak menggoyangkan tubuh ayahnya. "Bangun, Yah. Sudah pagi." tambahnya. Tapi tidak ada respon sedikit pun dari si ayah.

"Bu, ayah susah dibangunin nih." Teriak si anak.

Si ibu yang masih memakai pakaian dapurnya lantas menghampiri si anak. "Dasar kebo si ayah." kata si ibu bercanda.

Beberapa kali dibangunin, si ayah tak kunjung bangun. Sudah 4 hari ayahnya menunda tidurnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, mungkin ini akan menjadi tidurnya yang panjang. Benak ibunya. Tapi, rupanya salah, si ayah telah meninggal pagi itu.

*

Selepas mengubur si ayah, si anak yang masih bersedih memeluk ibunya. "Ayah bekerja untuk kamu, tapi sepertinya ayah lupa, untukmu tidak cukup hanya dengan materi." Kata ibunya menjauhkan sedikit pelukannya dan menatap anaknya yang pipinya masih merona, rambutnya yang dicukur rata dan sangat tipis, serta bibirnya yang tipis nan merah harus kehilangan lebih dari sekadar kebahagiaan.

"Ibu." Kata si anak.

"Ya?"

"Apakah mereka yang kita lihat di kereta kemarin masih kerja? Apakah mereka baik-baik saja?"

Sang ibu tersenyum iba.

***

Jadi, mari kita ambil esensi dari tulisan di atas, yaitu... Mari tidur. Sudah malam.

2 komentar:

  1. This kind of writing remind me for this https://fitrihasanahamhar.blogspot.com/2018/04/repostmintalah-apa-apa-yang-tidak-bisa.html?m=1

    BalasHapus
  2. @Fitri: wah iya related, luar biasa fitri

    BalasHapus

komentar bagi yang perlu