Minggu, 13 Januari 2019

Membangun Kekokohan Keluarga

"Kalian tahu kenapa masyarakat kita mudah sekali terkena narkoba? Korupsi? Perzinahan?" tanya sang ustadz dihadapan jamaahnya.

"Bangsa atau masyarakat akan maju, akan kuat, jika setiap keluarganya kokoh." Sambungnya.

"Inilah mengapa penting sekali, tema ini diangkat, ini benar-benar permasalahan yang terjadi di sekitar kita."

Sang ustadz menutup mukadimahnya.

Beliau--sang ustadz--menjelaskan, bahwasanya banyak sekali bahkan setiap surah di dalam Alquran yang menjelaskan tentang keluarga. Bahkan banyak yang menyebutkan, Alquran adalah pedoman untuk berkeluarga.

Beliau menjelaskan ayat-ayat pada setiap surah yang mengandung pembahasan terkait keluarga. Dan benar saja, hampir setiap surah ia sebutkan. Beliau menekankan lagi pentingnya memahami segala sesuatu berdasarkan Alquran dan sunnah yang terkadang kita lalai mengkajinya.

"Jadi, begini cara Alquran membangun kekokohan keluarga." Kata beliau membuka pembahasan utama.

Saat itu waktunya cukup singkat, beliau tidak tuntas menjelaskan faktor apa saja yang membuat sebuah keluarga itu kokoh. Tapi, beberapa disebutkan dan mungkin cukup familiar oleh kita. Namun, tidak ada salahnya kalau kita memantapkan lagi pemahaman itu.

"Pertama, khusnul ikhtiar. Sebuah keluarga kokoh diawali dengan hal yang baik juga. Bahkan itu saat memilih calon pasangan." Sebutnya.

Memulai sesuatu yang baik memang harus dengan yang baik, tidak ada cerita kebaikan berawal dari keburukan. Begitupun dalam membangun keluarga yang kokoh, dimulai dengan memilih pasangan yang berkualitas (ihsan).

"Coba, jika bapak-bapak dihadapkan atau mungkin anaknya dihadapkan wanita yang cantik luar biasa tapi Islamnya biasa saja, dengan cantiknya biasa banget-banget, kalau saya kasih nilai itu 65 lah, 65 bagi saya itu kayak nilai kasihan, tapi perempuan itu shalehah, pasti milih yang mana?" tanya beliau. "Kenapa saya nanya begini? Karena ini benar-benar kejadian di kehidupan kita. Saya tidak ingin ceramah itu tidak sejalan dengan realita, jadi saya tanya, bapak-bapak pilih mana?"

Mungkin jika hanya mendengar pilihannya sudah jelas pasti kita memilih yang shalehah, tapi ketika dihadapkan langsung dengan keadaannya, apakah semudah itu?

"Kedua, taqwiyatul iman atau mabda, atau aqidah. Ini kalau dalam pemahaman kita seperti prinsip berkehidupan. Kita harus menaruh prinsip atau ikatan kehidupan keluarga kita adalah dengan ikatan iman dan takwa, seperti yang dijelaskan pada surah An-Nisa ayat 136."

Beliau membacakan ayatnya, dengan merdu.

"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." QS An-Nisa:136

"Coba kalian perhatikan, Allah memanggil kita dengan panggilan terindah, yaitu wahai orang beriman. Nah lihat kata-kata berikutnya, ini pada tafsirnya, menyerukan kita untuk beriman lagi. Padahal kita sudah dibilang orang yang beriman, tapi kita untuk tetap beriman bahkan terus beriman."

Beliau menjelaskan, bahwasannya keimanan itu perlu diperbarui layaknya hari raya idul fitri, seharusnya tidak hanya kehidupan baru, rumah baru, baju baru, dan sifat duniawi yang baru, tapi iman pun perlu diperbarui.

Begitu pun pada sebuah keluarga, keimanan harus terus diperbarui, agar ikatan mereka--yang berlandaskan iman dan takwa--terus menguat, karena tidak ada ikatan yang lebih kuat selain ikatan kepada Allah--iman dan takwa.

Jadi yang bilang berkeluarga karena cinta, itu bukan keluarga yang kokoh. Iman dan takwalah ikatan terkuat. Jadi, terus perbarui, ikut kajian bareng, sama-sama saling belajar memantapkan prinsipnya, memantapkan diri dalam berkepihakan dengan Islam.

"Ketiga, membangun al idarah alsahiha. Membangun manajerial yang benar dan kokoh." Kata Beliau. "Setiap keluarga harus tahu peran dan pembagian hak serta kewajibannya sesuai alquran dan sunnah. Seperti dijelaskan pada surah An-Nisa ayat 34-36."

Beliau membacakan ayatnya, dengan merdu, untuk kesekian kalinya.

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." QS An-Nisa:34

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." QS An-Nisa:35

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri," QS An-Nisa:36

Jika setiap keluarga tahu perannya, hak dan kewajibannya, maka keluarga itu akan kokoh. Karena mereka tahu caranya bersikap, mereka tahu harus berbuat apa dengan kondisi apapun. Contoh saja ketika sang istri tahu bahwasannya ketika suami tidak ada, dia tidak boleh memasukan pria seorang pun ke rumahnya. Jika begitukan sang suami tenang meninggalkan istrinya untuk memenuhi kewajibannya--mencari nafkah.

Tapi jika sebaliknya, maka timbulah perselingkuhan atau hal-hal yang tidak diinginkan. Jika sang istri tahu bahwa ridha Allah ada di suami, maka tentu saja sang istri pasti akan taat menjaga kehormatannya, tidak, tidak hanya di depan suaminya, tapi di setiap waktu.

Tahu juga tentang peran mendidik anak, bahwa sang istri merupakan guru bagi sang anak-anak, jadi tidak rela sang istri meninggalkan anak-anaknya dengan asisten rumah tangganya. Maka, jika ada yang membiarkan anak-anaknya diasuh serta dididik penuh oleh asistennya, sementara sang istri bekerja katanya demi kebaikan anaknya, itu merupakan kesalahan.

Sementara bagimana dengan laki-laki? Allah telah menjadikan kaum lelaki sebagai pemimpin kaum wanita. Tidak serta merta tanpa alasan, karena kaum lelaki sudah diberikan kelebihan oleh Allah untuk menjadi seorang pemimpin. Allah melebihkan lelaki dari segala hal termasuk juga tanggung jawab, suami sang pemimpin memiliki tanggung jawab untuk menafkahi istri dan anaknya, dan juga mereka masih memiliki kewajiban menafkahi orang tuanya.

Jadi penting sekali laki-laki itu bisa bekerja mencari nafkah. Walau kita tahu, rezeki sudah Allah atur, tapi kemampuan untuk bekerja pada dilaki-laki itu harus ada, begitulah pendidikan Islam. Laki-laki harus mampu bekerja, maka bermasalah lah jika laki-laki tidak mampu bekerja.

Saat itu waktu sudah memasuki Isya, beliau menyudahi pembahasannya.

"Karena waktu terbatas, sebenarnya masih ada lagi, mungkin di lain kesempatan, kita bisa lanjutkan." katanya, menutup kajiannya malam itu.

Tak lama setelah itu, adzan berkumandang.

Angin cukup sejuk malam itu. Dan aku tersenyum, senang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu